Wisata

Label-2

Label-3

Berlatih Menulis di Ruang Privat

Posted by : Unknown on : 0 comments
Unknown
Saved under :
oleh :  Hernowo*
 
“Menulis adalah keperluan pribadi bukan tugas karena di dalamnya
  ada kesenangan dan manfaat untuk kehidupan sehari-hari. Ada nilai
  yang tak terukur dalam kegiatan ini.” (PAUL JENNINGS dalam The Reading Bug)
 
Menulis itu sangat mudah dan, saya jamin, tidak akan menyiksa diri kita jika kita
mau memiliki sebuah ruang menulis (untuk digunakan sebagai tempat berlatih menulis)
yang bernama “ruang privat”.
 
Saya katakan bahwa “ruang privat”, yang kita ciptakan ini, adalah untuk
berlatih menulis karena menulis itu sebuah keterampilan. Jika kita tidak
membiasakan diri menulis, mustahil kita dapat memiliki keterampilan menulis
yang membuat diri kita lancar dan nyaman dalam mengalirkan tulisan.
 
“Ruang privat” adalah ruang yang di dalamnya hanya ada diri kita ketika
kita menulis. Lawan dari “ruang privat” adalah “ruang publik”. Di “ruang privat”
kita benar-benar memiliki kebebasan menulis secara mutlak. Saya sering menganggap
ruang ini sebagai “keranjang sampah” untuk membuang apa saja yang ingin
saya keluarkan/tulis dari diri saya. Saya senantiasa merasa plong setelah
habis-habisan menjalankan kegiatan menulis di “ruang privat”.
 
Setiap kali saya menulis di ruangan ini, saya senantiasa menggunakan kata ganti
orang pertama (“saya”), ketika mengawali menulis. Contoh: “Saya ingin menulis
apa ya? Apa yang akan saya tulis yang membuat diri saya terkesan dengan tulisan saya?
Materi apa yang cocok untuk saya tulis hari ini agar saya dapat terus termotivasi
membuang/mengalirkan tulisan? Saya baru saja membaca novel Edensor karya
Andrea Hirata. Apa yang saya peroleh dari kegiatan membaca saya ini?
Apa makna (hal-hal mengesankan) yang saya peroleh dari Edensor?”
 
“Ruang privat” kerap saya gunakan untuk “mengikat makna”. “Mengikat makna”
adalah cara saya memadukan kegiatan membaca dan menulis yang benar-benar
bermakna (tidak sia-sia) bagi diri-pribadi saya. Saya menjadi keranjingan membaca
dan kemudian menuliskan (“mengikat”) apa saja—untuk mendapatkan makna—
karena “mengikat makna” benar-benar menyelamatkan saya dari kebosanan
membaca dan, terutama, menulis. Saya tidak ingin kegiatan membaca dan menulis
saya hampa yang, akhirnya, membuat saya malas membaca dan menulis.
 
Lewat “ruang privat”, saya juga dapat menulis secara mencicil dan menulis
secara spontan. Baik menulis secara mencicil maupun spontan, senantiasa saya
arahkan agar saya dapat mengumpulkan lebih dahulu “bahan-bahan mentah”
tulisan milik saya. Saya percaya sekali bahwa menulis tidak bisa sekali jadi.
Menulis yang dapat  menghasilkan tulisan yang baik perlu waktu. Kadang,
bahkan, kita perlu memperkaya tulisan kita dengan banyak membaca. Oleh sebab itu,
“ruang privat” membantu saya untuk menampung “bahan”—tulisan-tulisan saya
yang belum selesai atau masih menggantung atau sudah selesai tetapi masih
sangat mentah—tulisan yang suatu saat bisa saya revisi dan tujukan ke publik.
 
Sebagaimana menulis diary, saya mengisi “ruang privat” setiap hari. Saya harus
berusaha keras membiasakan diri membaca—meski hanya membaca beberapa
halaman—dan kemudian menuliskan (mengikat) apa yang saya baca.
 
Sekali lagi baik membaca maupun menulis, itu merupakan sebuah keterampilan.
Jadi, jika kita memang ingin memiliki keterampilan tersebut, ya, mau tidak mau,
kita harus memiliki tekad yang sangat kuat untuk membiasakan diri menjalankan
kegiatan membaca dan menulis setiap hari, meski hanya sebentar.
 
Apa saja keuntungan menulis di “ruang privat”?
 
Pertama, kita memiliki kebebasan menulis yang dapat dikatakan mutlak. Bebas
dalam memilih topik, mengawali tulisan, atau menentukan tujuan (manfaat) dari
kegiatan menulis yang ingin kita selenggarakan secara kontinu dan konsisten.
 
Kedua, kita memiliki peluang besar untuk menggali “karakter” tulisan kita.
Dengan kebebasan yang kita miliki, kita dapat menunjukkan diri kita yang
sesungguhnya, yang asli (genuine), yang benar-benar merupakan cerminan diri/jiwa kita.
 
Ketiga, kita menjadi lebih bertanggung jawab ketika mengungkapkan apa saja
yang ingin kita tulis. Kita bisa merasakan apakah tulisan kita membuat diri kita
senang atau tidak. Kita bisa mengecek diri kita sendiri apakah yang kita tulis ini
benar-benar berasal dari murni-pikiran kita atau tidak. Ringkasnya, kita lantas
bisa jujur kepada diri kita sendiri terkait dengan hasil tulisan kita.
 
Keempat, kita menjadi terbiasa menangkap ide-ide yang datang bagaikan kilat,
yang datangnya kadang-kadang tak bisa kita duga. Memang, ada ide biasa dan
ada ide cemerlang. Namun, jelas mustahil kita dapat menangkap ide cemerlang
jika diri kita tak terlatih menangkap ide yang biasa-biasa saja.
 
Kelima, kita punya “ruang” untuk menulis yang tidak mengancam atau meneror
diri kita. Kita bisa memanfaatkan “ruang” tersebut untuk meraih tujuan-pribadi
menulis kita lebih dahulu. Jika, kendala-kendala internal menulis (yang ada di
“ruang privat” ini, seperti mood, semangat, tidak punya ide, mengkarakterisasi
tulisan, dan lain-lain) bisa kita atasi, insya Allah, kita akan dapat mengatasi
kendala eksternal (yang ada di “ruang publik”).
 
Apakah mungkin kita dapat enak dan nyaman menulis di “ruang publik”,
jika menulis di “ruang privat” saja belum beres dan masih mengganggu diri kita?
 
Semoga bermanfaat.
 
(tulisan ini disampaikan dalam acara Family Writing tanggal  2 Juni 2007)

No comments:

Leave a Reply

Kirim artikel,info,cerita, ke komunitasbloggerlombok@gmail.com