Cara Baru Dalam Berbisnis
Posted by :
Unknown
on :
1 comments
Inil adalah tulisan ke 2 dari Om Anas Amrullah, Dewan Penasehat TDA Mataram yang mengambil tema "Cara Baru Berbisnis #2. tulisan ini mengulas soal seseoarang bernama Richard Branson yang membuat sebuah gerakan kewirausahaan "CAPITALISM 24902.
Dalam tulisan sebelumnya ia membahas cara baru berbisnis dengan mengandalkan orang lain untuk mengembangkan usaha ke seluruh dunia untuk mencetak wirausahawan yang mau melakukan bisnis dengan cara yang berbeda.
"Mengembangkannya dengan melibatkan masyarakat dan mencari kemakmuran bersama".
Mengulas isi Buku Screw Business as Usual, Ricard Brnason mencontohkan prilaku bisnis yang semakin menegaskan bagaimana cara baru dalam berbisnis yang dilakukan oleh sebagian pelaku bisnis saat ini.
Berikut ini adalah contoh prilaku bisnis yang mungkin bisa menginspirasi kita dalam menjalakan bisnis untuk skala apapun.
Muhamad Yunus, seorang doktor ekonomi lulusan Vanderbilt University AS, yang berhenti dari jabatannnya sebagai pengajar di Middle Tennessee State University, kembali ke negaranya, Bangladesh, untuk berkarya bagi negaranya.
kita ketahui pada waktu itu bencana kelaparan yang melanda Bangladesh tahun 1974 mendorongnya untuk mengulurkan bantuan dalam bentuk pinjaman ringan bagi orang-orang miskin.
Semula kepada seorang ibu yang membuat meja kursi berbahan bambu untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Lalu kemudian Profesor Yunus mengeluarkan uang senilai AS$27 (Rp.324.000) dari kantongnya yang dibagi 42 keluarga untuk membeli bambu.
Rupanya uang yang bagi orang lain tak berarti itu mampu memutar roda perekonomian warga desa. Belakangan ibu itu mengembalikannya kepada Yunus.
Merasa telah menemukan jalan untuk membantu negaranya, Yunus mendirikan semacam bank desa, kemudian diberi nama Grameen (dalam bahasa Bengal yang artinya “bank desa’). Ia mencari filantrop di banyak negara untuk memutar uang di bank itu, tentu tidak disertai harapan sebagaimana berinvestasi di bank biasa. Rupanya berhasi, sampai awal tahun 2000-an nilai akumulasi kredit bank itu mencapai AS$10,89 miliar (hampir Rp.130 triliun). Hebatnya, tingkat pengembaliannya mencapai 96,89%. Tidak ada bank lain di dunia yang tingkat kredit macetnya dibawah 4% seperti Grameen.
Ekonomi kerakyatan yang dikembangkan Yunus kemudian melebar ke banyak sektor usaha. Ketika bekerja sama dengan produsen Yoghurt asal Prancis, Danone, Yunus berhasil menciptakan jutaan wirausahawan kecil baru di negaranya.
Karena kiprahnya tersebut, Profesor Muhamad Yunus dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian Dunia tahun 2006.
Karena kiprahnya tersebut, Profesor Muhamad Yunus dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian Dunia tahun 2006.
Apa yang dilakukan oleh Muhamad Yunus, sejalan dengan pemikiran Ray Anderson, pendiri Interface Inc., “Bisnis memang harus terus hidup untuk memperoleh laba. Tapi itu tidak cukup baik. Menurut saya, bisnis harus menghasilkan laba agar terus bisa eksis dan berkembang. Tentu saja berkembang secara terhormat dan membawa kebaikan bagi masyarakat.”
Semangat yang sama, dilakukan oleh Yin Guoxin. Tiga puluh tahun yang lalu, sebelum memimpin perusahaan garmen raksasa Tiongkok, Cheng Feng Group, yang memasok 400 juta potong pakaian per tahun bagi belasan merk busana ternama di AS, Eropa dan Jepang. Yin adalah pegawai biasa di perusahaan garmen kecil milik pemerintah. Yin keluar dari perusahaan pemerintah tersebut, lalu mendirikan Chen Feng.
Yin mengelola usahanya dengan kesadaran lingkungan yang tinggi, jauh sebelum dunia dipenuhi oleh seruan hemat energi dan perlindungan lingkungan. Yin menampung air hujan sebagai bahan utama untuk pabriknya, baik untuk mencuci bahan baku atau untuk keperluan orang lain. Air limbah pabriknya juga diolah, racun dan zat kimia diurai dan setelah bersih digunakan juga untuk menyiram ladang. Ia juga melakukan upaya penghematan, dengan menerapkan prinsip hemat energi.
Yin melakukan hal itu jauh sebelum kampanye penghematan digalakkan, sebelum pemerintah Tiongkok mencanangkan target pengehematan listrik. Saat ini, inisiatif lingkungan semacam itu sangat menarik. Tapi bagi Yin dan Chen Feng, inilah perbuatan benar yang harus dilakukannya dan tak mau membesar-besarkannya. Oleh karena itu tidak mengejutkan jika Chen Feng menjadi perusahaan Cina pertama yang bergabung dalam Fair Labor Association. Pemimpin Fair Labor Association, Auret Van Heerden, mengatakan “kesadaran akan tanggung jawab sosial dan lingkungan tumbuh di kalangan indutriawan di Cina karena terinspirasi dari Mr. Yin.”
Cara berbisnis yang melibatkan masyarakat, menciptakan kemakmuran bersama, memiliki tanggung jawab sosial serta peduli pada lingkungan, sudah banyak dilakukan oleh perusahaan dan pelaku usaha di luar sana maupun di Indonesia. Kapan kita ikut merubah cara bisnis kita seperti contoh di atas? Kita pasti bisa melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Muhamad Yunus, Mr. Yin, tentunya dengan kesadaran dalam diri kita bahwa bisnis bukan semata menghasilkan laba, tetapi bisnis harus bisa memberikan kemakmuran bersama dan membawa kebaikan bagi masyarakat.
Jika para pelaku bisnis secara konsisten bertindak dengan cara yang bertanggung jawab pada sosial dan lingkungan, dunia akan menjadi tempat yang lebih baik dan adil. Keadilan akan terjadi. Orang miskin akan terangkat dari kemiskinan.
Bisnis seperti biasa akan ditinggalkan, dan setiap orang akan punya cara yang bisa menaikkan taraf hidupnya sendiri, tanpa tergantung pada pemberian orang lain atau amal. Hebatnya, semua itu akan bagus buat bisni dan akhirnya di masa depan menjadi satu-satunya cara yang membuat bisnis itu maju.
Sumber : SCREW BUSINESS AS USUAL (Richard Branson)
Saved under :
Tips Bisnis
https://pelangiqq.portfoliobox.net
ReplyDeletehttp://pelangiqq.pen.io
https://medium.com/@bosjho007/penambah-penghasilan-66464d1aab86
https://tawk.to/pokerpelangii